Selasa, 18 Januari 2011

Filosofi Langit Biru dalam Perspektifku

Hai langit

Sky @ Noon.!

Aku selalu suka langit biru
aku suka saat aku menengadah dan melihat langit di atas kepalaku seolah bisa kujangkau hanya dengan sekali gapai
aku suka karena ketika aku tertunduk dan membenci beban, langit tetap tersenyum kepadaku
aku suka karena ketika airmataku jatuh, aku tahu kenyataan bahwa langit tetap biru, langit tetap di atas kepalaku


Aku mengenal langit biru sejak sebelum bibirku berpatah kata
aku mengenal langit sejak mataku terbuka dan retinaku bekerja
aku mengenal langit lengkap dengan gradasi warnanya selagi aku melompati alur nafas perlahan kemudian cepat dan lebih cepat
mengiringi metamorfosa kehidupanku

Aku berteman dengan langit, bersahabat dengan langit dan jatuh cinta pada langit tanpa satu komitmen apapun

semuanya terjadi begitu saja
aku selalu bisa melihat langit tersenyum, kasat mata? ya.
bagiku langit tetap berwarna biru, kalau kelabu pekat? Di baliknya ada langit biru
Langit jingga senja? Langit hitam malam? Tunggu saja, warna biru itu akan muncul, entah bersama pelangi atau mentari.

Langit tidak hanya mampu tersenyum, langit bahkan tetap terjaga saat aku menengadah dengan atau tanpa sinar temaram kesedihan maupun kekalutan.

Bagiku langit adalah unsur semesta yang menjadi sahabat
bagiku langit adalah selubung yang membatasi bumi dengan antariksa
bagiku langit adalah lapisan tipis antara semesta dengan kasih sayang Tuhan
dan bagiku langit tetap biru.
dalam perspektifku, bukan dalam perspektif geografi.

Langit biru, beritahu aku sesuatu, dimanakah seseorang yang akan mewakilimu dalam kehidupanku? Orang yang akan kupanggil langit biru yang menggantikan tugasmu, yang selama ini aku tunggu-tunggu.
Bisakah kau lihat cahayanya datang mendekat hai langit? Dimana dia?
Langit biru tetap biru, dan tetap disana bahkan ketika aku menengadah sambil memejamkan mata.

*Lagi-lagi di sudut kamar, 23.36, 18-01-11*

3 komentar: