Sabtu, 24 Maret 2012

Langit Biru Mendekap



Langit begitu biru

Awanku siap mendarat, membawaku terbang

Meletakkanku di belahan langit yang manapun

Membiarkanku menyentuh spektrum menenangkan itu

Khayalanku memang sampai ke batas terluar semesta raya

Melampaui atmosfer, menggengam cakrawala

Kemudian langit biru akan mendekapku

Ketika di bawah sana angin menggugurkan daun-daun

dan mempercepat laju ombak yang membentur karang


Langit biru mendekapku..

Mengubah semua yang kelabu menjadi biru

Resannisa, 24 Maret 2012

"Kamu punya terlalu banyak hal yang disimpan, dari langkah kaki dan wajah kamupun ketahuan"



I just can't tell anyone.. I can't..

Menulisnya Resannisa


“Beli yang mana ya? Yang ini kayanya bagus sih tapi penulisnya belum terkenal”

“Kalo semua orang pikirannya kaya gitu, cuma beli buku yang penulisnya udah terkenal..ni toko buku ga bakal laku woy”

“Iya juga ya.. Ntar pas buku gue terbit, nama gue kan belum dikenal juga. Lo harus beli buku gue ya!”


Hehe.. Jadi maksud dari percakapan gue dengan sohib gue yang gue post ini bermaksud untuk menyiratkan kalau gue sedang dalam proses ke arah situ. Wish me luck! ^^

Prosesnya emang banyak tersendatnya, kadang-kadang gue kaya orang kesurupan kebut ketik-ketik di depan komputer *silakan khawatirkan keselamatan keyboard komputer gue* tapi kemudian gue leyeh-leyeh ga jelas – ngemil-ngemil apa yang bisa dicemil, dengan kondisi masih buka microsoft word. Padahal nih ya, seorang penulis pernah mengatakan: “Jadilah penulis yang menulis tidak hanya ketika sedang ingin/mood.”

Mungkin gue tergolong penulis yang menyerah pada kualitas dan kuantitas mood yang kadang suka dikaitkan juga sama kondisi langit. *Btw, emang lo udah jadi penulis Nis? Iyalah, ini gue penulis blog -_-*


Buku ide gue juga udah ga jelas bentuknya, segala kertas diselipin dimana-mana, coretan dimana-mana, karena inspirasi atau ide itu datengnya ga liat waktu, kadang pas gue lagi ngantri beli makanan di warung makan *biasa, anak kost*, terus ketika lagi di transjakarta, ketika lagi ngejemur, ketika lagi pake sepatu dan ketika lagi di kamar mandi.

Secara konsep, sebenarnya sudah disimpan di dalam kepala gue tapi gue sampe sekarang masih belom bisa nyelesein, ada juga project bareng anak-anak kost lain yang masih rahasia dan itu juga belum tuntas.

Ya sudah mari kita tunggu saja si gue ini menyelesaikannya, ga cuma omong doang, ga cuma mukul-mukul tong kosong doang, ga cuma stuck di prolog dan bab awal -,- >> kebiasaan dari pas SMP-SMA.


Oh ya, my first fanfiction: Aegyo Couple udah dipublish di SMTown FF. Buat yang mau baca silakan diklik -> AEGYO COUPLE BY RESANNISA

Coming Soon: FF Onew Jiyeon judulnya One Year Later sama I Have Your Key.

Gue tertarik buat nulis FF soalnya buat menyalurkan cerita yang santai dan ga njelimet, genre yang menarik kan. Bisa dicoba, penulis ga harus berkutat di salah satu genre kok.


Menulis adalah bagian dari hidup yang menyenangkan, saat dimana kamu akan memiliki ruangmu sendiri dan mendesain ruangmu sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Menulis berarti meninggalkan sebagian dirimu di dalam tulisanmu.

Anggaplah menulis itu seperti menunjuk bintang-bintang di langit malam kemudian memindah-mindahkannya dengan ujung jarimu, mengaturnya menjadi kesatuan rasi bintang yang indah. Seperti menulis di kanvas langit..

Saat aku menulis aku merasa sedang menaiki komidi putar sambil menggigit permen kapas yang manis dan aku sendiri yang menentukan kapan komidi putar itu akan berputar kencang, melambat kemudian berhenti. ^^

Resannisa


Sabtu, 17 Maret 2012

Dia

Dia miskin? Bukan berarti dia miskin ilmu

Dia miskin?

Apakah itu inginnya?

Adakah yang bisa menjawab pertanyaannya?

Hanya Ia yang dia percayai yang bisa memberikannya jawaban

Karena hidup adalah pertanyaan dan muara jawaban ada pada Tuhan


Dia miskin? dia terbiasa menelan kepahitannya sendirian

Dia terbiasa jadi saksi apa yang mereka pamerkan dan pertontonkan

Matanya terbiasa, benaknya terbiasa, hatinya yang juga inginpun terbiasa

Dia terbiasa dengan unsur-unsur congkak duniawi yang menginjaknya


Dia terbiasa tidak punya apa yang orang lain punya

Dia terbiasa untuk menahan diri karena tahu material yang dimilikinya

Dia tahu, dia mafhum, dia terima saat ekspektasinya takkan mudah terpenuhi

Saat waktu dan kondisi seolah menjadi tirani

Dia tahu itu, tak perlulah kalian beritahu

Kalau dia bukan sang putri, dia tahu dia upik abu


Tapi benarkah ia miskin?

Materi memang.. tapi dia punya mimpi

Dia punya angan, punya asa, punya tekad

Dia punya awannya sendiri


Dia mencari ilmu, dia punya tulisan

Ketika raganya mati, pemikirannya takkan ikut mati


Dia punya mimpi

Masihkah kita sebut dia miskin?

Masihkah kita sombongkan apa yang kita miliki? Segala yang hanya sementara itu?


Dia sama sekali tidak miskin.

Apa lagi kini? Permasalahannya... tentang perbedaan lagikah?

-Resannisa, 16 Maret 2012


*Karena ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan dan keinginan bersumber pada kepahitan... itulah hidup bagi golongan orang-orang tertentu.. Orang-orang yang percaya akan mimpi dan perwujudannya. Orang-orang yang berikhtiar untuk masa depannya.*