Sudah berlalu 2 tahun, 2 tahun bukan waktu
yang sebentar untuk menunggu, apalagi menunggu sesuatu yang tidak jelas-jelas.
Rasanya dari dulu saya tetap seperti orang yang meraba-raba dalam gelap,
bingung dengan musim yang berganti-ganti.
Pertanyaan saya sejak 2 tahun yang lalu masih
sama: Apa alasannya?
Yep, apa alasan sebenarnya kenapa dia
tiba-tiba menjauh dan meninggalkan saya yang waktu itu sudah merasa nyaman ada
di dekat dia? Apa alasannya tiba-tiba dia berbalik arah, pergi dan bersikap
seperti orang asing yang seolah tidak pernah muncul di kehidupan saya dan
bersikap seolah tidak pernah meninggalkan kesan spesial apapun?
Berkali-kali saya berspekulasi, berhipotesis
dan tetap saja saya tidak tahu apa jawabannya, apa alasannya. Sampai sekarang.
Saya yakin dia tahu, saya yakin dia membaca
semua yang saya tulis di blog ini tentang dia dan bagaimana saya masih
mengharapkan dia akan datang kembali dengan senyum yang sama, yang selalu
berkelebat di benak saya tanpa diminta. Saya yakin dia tahu seberapa serius
perasaan saya. Hanya saja, dia pura-pura untuk tidak tahu.
Beberapa waktu lalu dia masih sering bersikap
hangat *masih dengan sikap yang sama, sikap seolah tidak terjadi apapun* tapi
kemudian dengan cepat dia berganti haluan kembali. Musim dingin kembali datang
dan saya tidak pernah tahu kapan musim seminya. Saya benci respons yang dingin,
saya juga benci harus mengingat-ngingat apa yang terjadi di masa lalu, saat 2
tahun lalu, saat seringnya kami berbagi percakapan seru di twitter, sms, chat
dan berkirim e-mail, masa yang tidak kunjung terulang kembali dan saya juga
membenci diri saya sendiri karena masih tetap menunggu di depan pintu dan yakin
dia akan datang lagi.
Tapi tidak, dia memang pergi. Hatinya yang
saya kenal 2 tahun lalu telah berubah beku khusus untuk saya.
Apa alasannya?
Perkiraan saya ada banyak *yah, saya memang
terus mengira-ngira, terus berada dalam zona abu-abu yang tak juga terang*.
Pertama, mungkin dia adalah tipe lelaki yang
istilahnya di zaman sekarang adalah pemberi harapan palsu (it sounds guilty but
I know it’s true phenomenon: php), dan labil. Tapi saya menghalau spekulasi
saya yang pertama ini karena saya yakin dia bukan orang seperti itu. Saya yakin
dia lebih dewasa dan tidak akan mempermainkan perasaan orang lain. Kalaupun benar,
pemberian harapan palsu juga terjadi karena kesalahan korbannya, berarti memang
saya yang terlalu kegeeran.
Kedua, mungkin dia berubah karena saya
menyebalkan, saya tidak cantik, saya tidak seperti yang dia bayangkan, saya
berbeda kelas dengan dia, tentu, saya cuma mahasiswi yang berasal dari keluarga
sederhana di rumah yang sederhana, kost-an sederhana di gang sempit, saya
mahasiswi yang mengajukan beasiswa, yang uang jajannya perminggu mungkin bagi
orang-orang di luar sana hanya bisa digunakan sekali jalan ke mall. Saya jauh
dari segala gemerlap itu, saya harus menabung untuk bisa membeli satu novel.
Yah, mungkin memang karena alasan itu, istilahnya kami berbeda kasta dan karena
itu dia pergi. Saya juga gadis cengeng yang merepotkan dengan wajah yang mungkin
tidak masuk ‘hitungan’ dia.
Ketiga, saya membuat kesalahan besar, waktu
itu saya masih berurusan dengan mantan saya (yang sekarang saya sudah tahu
lelaki seperti apa dia) di sisi lain saya tidak ingin kehilangan dia. Jadi....
bisa ditebak sendiri, mungkin dia mengira saya hanya mempermainkannya dan
menjadikannya pelarian, tempat saya berlabuh ketika saya merasa sedih karena
mantan saya itu. Harus saya akui, waktu itu saya belum bisa sepenuhnya
melupakan mantan saya, tapi itu hanya untuk sementara waktu, semua yang ‘baru
saja putus’ pasti pernah merasakan itu tapi sepertinya dia menyangka saya masih
mengharapkan mantan saya. Kalau memang itu alasannya, saya minta maaf tapi saya
benar-benar lebih takut kehilangan dia. Tanya teman-teman saya bagaimana diri
saya ketika dia pergi. Dia seharusnya tahu siapa yang lebih penting bagi saya,
waktu 2 tahun ini membuktikannya. Saya hanya butuh waktu beberapa hari untuk
melupakan mantan saya, tapi untuk dia? Sampai sekarang. Tanya saya bagaimana
cara dia tersenyum pada saya waktu itu di depan kelas XI IPA 4 di SMA saat
Future Day? Saya masih ingat, sangat jelas seolah baru
kemarin.
Keempat, mungkin dia memilih orang lain, lebih baik dan lebih segalanya daripada saya. Karena itulah
dia pergi dan sekarang, saya hanya seperti debu yang mengganggu di pelupuk
matanya.
Saya tidak tahu, yang mana spekulasi saya yang
benar. Entahlah. Misteri itu tidak juga terjawab, saya tidak juga mendapatkan
alasan dan saya juga terlalu takut untuk bertanya. Setiap saya ingin bertanya
kenyataan saya selalu merasa sepertinya saya mengganggunya, dia tidak punya
banyak waktu untuk meladeni saya, saya takut akan respons-respons dingin dan
ogah-ogahan yang akan ia lontarkan kalau saya mengganggunya dengan pertanyaan
kecil. Bahkan hanya untuk menyapanya saya terlalu takut.
Mengganggu.
Nah, kali ini saya masuk ke bagian ‘memberikan
alasan’.
Kenapa saya memutuskan untuk pergi juga dari
hadapan dia? Karena semakin hari saya semakin yakin apapun yang saya lakukan di
depan dia hanya akan semakin mengganggu dia. Toh, dia juga tidak peduli
sekalipun dia tahu saya (masih) menunggu.
Saya juga memutuskan melakukan ini karena saya
sadar telah menunggu sia-sia, saya seperti orang konyol yang tetap menunggu di
depan pintu rumahnya sekalipun telah diusir. Jangan tanya bagaimana rasanya.
Saya tidak bodoh, saya bisa membedakan
bagaimana sikapnya terhadap saya. Saya harus melakukan ini. Terus menerus
dipertahankan hanya akan membuat saya semakin terlihat menyedihkan meskipun
sebenarnya saya tidak peduli dengan pandangan orang.
Mungkin saya akan terlihat seperti pengecut
tapi jujur, sayapun awalnya tidak mau tapi dia sepertinya ingin saya segera
menjauh, jadi saya membulatkan tekad untuk melakukan ini.
Tadinya saya juga terpikir untuk melakukannya
di jejaring sosial karena membaca semua tweet-tweet dia membuat saya seperti
terjun bebas dari angkasa tanpa ada bantalan di daratan. Tapi saya rasa, untuk
jejaring sosial saya bisa menahannya. dalam jangka waktu beberapa saat lagi.
Jadi, setelah saya mengambil langkah ini
apakah dia senang? Mungkin sepele untuk dia tapi tidak bagi saya.
Untuk kali ini saya memberanikan diri untuk
benar-benar pergi. Bukan hanya wacana semata dan melalui tulisan ini saya
mengungkapkan alasannya, berbagai hal yang selama ini tidak pernah saya
ungkapkan.
Mungkin di waktu depan, saya akan menyesali
keputusan saya menulis ini, tapi untuk saat ini saya senang saya bisa jujur
terhadap diri saya sendiri. Meskipun kalian yang membacanya pasti merasa
seperti membaca roman picisan yang menggelikan yang ditulis seorang ababil.
Terserahlah, saya hanya ingin mengungkapkan semuanya.
Aku patahkan sayap kupu-kupu itu karena kamu
memang mengusirnya.
dan hari ini, awan memutuskan memisahkan diri
dari angin yang selama ini dicintainya, karena angin itu tak henti membuatnya
berpusar di langit kelabu. Awan merindukan langit biru.
"...I breathe through every part of my body that includes my soul now I am left floating like the clouds.. to... somewhere, there is no you."
Kalau begitu, ini berarti pengungkapan alasan
sekaligus salam perpisahan.
Goodbye, terima kasih untuk semuanya. Jaga
dirimu baik-baik ya ^^
If you lost, you can look and you will find me
time after time.
regards, me.
I stared blankly at you,
already that far away
It seemed like you would turn back again to look
I thought if I cried now, it might really become farewell
So I pretended to be calm and let you go
I thought about asking you not to go
But I couldn't say anything because of your cold expression
And just watched
It seemed like you would turn back again to look
I thought if I cried now, it might really become farewell
So I pretended to be calm and let you go
I thought about asking you not to go
But I couldn't say anything because of your cold expression
And just watched
I hated myself for just
crying like that
Turn back the time
I want to go back to when I didn't know you
Turn back the time
I want to go back to when I didn't know you
(Blankly - Miss A)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar