Dear,
Restu Annisa.
Saya
tahu kamu telah melewati banyak hal, melewati banyak masalah, rintangan hidup, dan
hati disakiti sampai kosong dan mati rasa.
Saya
tahu kamu sudah lebih dari sekali mendengar suara-suara setan yang bergema
dalam kepalamu sendiri.
Saya
tahu kamu setengah mati berusaha menghilangkan suara-suara yang bisa
membimbingmu ke sisi gelap itu.
Tapi
tahukah kamu, kamu sendiri yang mengundang suara-suara itu.
Saya
tahu kamu lelah, saya tahu kamu muak, saya tahu kamu sering berpura-pura.
Kelelahanmu,
kemuakanmu dan kepalsuanmulah yang membiarkan suara-suara itu masuk, berusaha
menguasai hampir setiap sudut otakmu, mendesing dan kemudian bergaung di
telingamu.
Saya
tahu kamu lelah dengan dirimu sendiri, dengan orang-orang lain yang kamu temui
dan orang-orang yang membebanimu.
Lelah
dengan mereka yang meremehkan jurusan yang kamu ambil, memandang enteng
keputusan-keputusan hidupmu, pekerjaanmu dan kapabilitasmu.
Muak
dengan pertanyaan-pertanyaan yang kamu hindari dari orang-orang yang menuntut
jawaban, kemudian setelah mendapatkan
jawaban, mereka kemudian menilaimu. Padahal? Tahu apa mereka tentang kehidupanmu
dan apa yang kamu lalui?
Saya
tahu sisi membusuk dalam hatimu seringkali merasa hidup ini tidak adil, apalagi
ketika melihat orang lain dengan nasib yang lebih beruntung darimu.
Mereka
yang bisa dengan mudah melanjutkan pendidikan S2,
Mereka
yang tidak perlu menangis diam-diam karena belum bisa memberi kepada orangtua
apa yang mereka inginkan, yang sudah dimiliki orangtua lain,
Mereka
yang tidak perlu menabung untuk membeli buku-buku yang ingin dibaca, yang tidak
perlu menatap lekat-lekat buku yang masih dibungkus plastik di toko buku untuk
kemudian dengan berat hati meletakkannya kembali di rak karena tahu belum mampu
membelinya,
Mereka
yang tidak harus mengubur dalam-dalam semua keinginan mereka karena tahu banyak
hal yang hanya akan menjadi sekedar mimpi,
Mereka
yang tidak perlu membiarkan diri terperangkap dalam tekanan serta keputusasaan
yang menghimpit,
Saya
tahu kamu menikmati kesendirianmu, meski harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan
“Siapa? Seperti apa? Kapan?”, dan memilih yakin bahwa suatu hari akan ada orang
yang tepat, yang baik, dan untuk itu tentunya kamu yakin betul kamu harus
membenahi dirimu dulu.
Saya
tahu kamu lelah dengan tuntutan ini dan itu, saya tahu kamu beberapa kali harus
menahan airmatamu jatuh karena terlalu lama menyimpan kebencian terhadap dunia,
terhadap orang-orang dan terhadap dirimu sendiri...
Kamu
seringkali hanya ingin sendiri, memisahkan diri dari keramaian, menutup mata
dari semua kecongkakan orang-orang itu dan segala yang mereka punya,
Kamu
ingin menciptakan ruang kosong dimana hanya ada kamu dan pikiranmu untuk
kemudian melenyapkan suara-suara yang muncul dari kegelapan, suara-suara yang
membuatmu lupa bahwa selalu ada tempat untuk menyandarkan semua kelelahanmu
itu.
Selalu ada tempat untuk bersujud, memejamkan mata, memohon ampun, dan....
berdoa.
Jangan pernah lupa kalau kamu tidak pernah sendirian, selalu Ada Yang akan
mendengarkanmu, menerima isak tangismu dan menghapuskan beban-beban di
pundakmu.
Jika
kamu selalu mengingatNya, selalu mendekatkan diri padaNya, suara-suara setan
itu akan hilang dengan sendirinya.
Dear,
Restu Annisa
Tidak
ada yang tidak mungkin, jangan injak mimpimu dan memandangnya seolah itu tidak
akan pernah terwujud.
Saya
harap, suatu hari nanti saat kamu membaca kembali surat dari dirimu sendiri
ini, kamu dapat tersenyum dan berkata,
“I’ve
passed this phase already”
-yours
truly.